Minggu, 08 Mei 2016

PPD: Latar Belakangnya Dahulu Kala...

Sebelum mereka bergabung bersama, asal mereka mayoritas dari SLTP Negeri di sekitar wilayahnya, jauh dari pengajaran ilmu agama yang hanya didapat dalam pengajian petang hari. Itupun hanya sebatas belajar membaca kitab suci yang kebanyakan anak-anak cilik belum paham arti sebuah ejekan jika belum lancar membaca terlebih sudah lanjut usia, hanya sebagian kecil dari mereka yang mumpumi itupun faktor orang tua yang dominan mempengaruhi. Waktu itu kasus tawuran antar pelajar jauh lebih populer dari kasus penyimpangan pelajar yang lainnya, bahkan siswa SLTP pun tak luput dari keadaan untuk saling unjuk kekuatan dan keberanian. Tak terkecuali diantara mereka. 

Faktor pertemanan adalah segalanya, tak peduli benar salahnya, yang penting solidaritas katanya. Hanya karena kesalahpahaman perkataan, perebutan pacar, atau tingkah laku penuh gaya menjadi sumbu peledak dalam tawuran, sepele sekali, jauh dari karakter bangsa ini sopan santun dan tata kramanya membumbung tinggi kelangit luar dunia. Setiap pulang sekolah bukan pulang kerumah atau majelis ilmu sebagai tempat tujuan tapi sebuah tempat yang nyaman sebagai basecamp katanya. cuma sekedar bercerita, saling ejek, dan menjahili yang lain menjadi rutinitas pertemuan, tak ayal perkelahian pun tak dapat dihindarkan, anehnya itu sebagai ajang unjuk kebolehan padahal berawal dari membela harga diri karena kehinaan, dan pemenangnya disegani dari anggota basecamp nya.

Suatu ketika yang membuat mereka ingin berubah dan keluar dari hiruk pikuk budaya pemuda masa itu adalah ketika tawuran tak terelakkan hanya karena mencari mobil yang bisa ditumpangi untuk pulang sehabis bermain nan jauh dari wilayah sekolahnya, walaupun masih satu kotamadya. namun tak disangka hal itu justru memancing pemuda lain yang terabaikan karena kerasnya kehidupan ibukota yang katanya penguasa wilayahnya, mungkin inilah klimaks dari segala kesalahan. Setiap kesalahan berakibat fatal atas segalanya namun penyesalan tak bisa dihindarkan, Berawal dari pertemanan yang terabaikan karena dianggap sudah termakan zaman, justru membuat perubahan yang besar, mulailah mereka berubah, mengenal hakikat tujuan demi meraih masa depan yang terlupakan. Begitulah penyesalan walaupun terlambat namun jauh lebih baik daripada tidak menyesal sama sekali.

Rasa heran pun bermunculan ketika datang sesosok insan yang tak terlupakan yang katanya lulusan disekolah yang sama dengan mereka. Berbagai macam pertanyaan yang ingin disampaikan namun terhalang oleh rasa ketakjuban yang luar biasa mungkin suatu saat mereka akan menemukan jawabannya. Hari-hari pulang sekolah dihabiskan untuk berbagi ilmu, mulai dari agama, pelajaran sekolah, pengalaman hidup, seni, bahkan motivasi kegalauan,, ada rasa penyesalan karena hanya 6 bulan untuk menghadapi ujian kelulusan, Namun itulah penyesalan jika tidak ada rasa merugi bukan penyesalan namanya.
Mereka mulai diarahkan cara unjuk kebolehan. Kebolehan akan sebuah seni tarik suara, lagunya pun aneh tak pernah terdengar di telinga mereka, namun liriknya sangat menyentuh jiwa-jiwa yang tak tentu arah tujuan. "Peristiwa Subuh" begitulah judulnya. Walaupun kalah namun cukup membahagiakan. Kebahagian terindah adalah ketika hati merasa nyaman dan tentram, tak ada rasa was-was dan kekhawatiran.